Manusia dan kebudayaan pada hakekatnya memiliki hubungan yang sangat erat, dan hampir semua tindakan dari seorang manusia itu adalah merupakan kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai:
- Penganut kebudayaan,
- Pembawa kebudayaan,
- Manipulator kebudayaan, dan
- Pencipta kebudayaan.
Manusia dan keindahan atau seni memang tidak bisa dipisahkan sehingga diperlukan pelestarian bentuk keindahan yang dituangkan dalam berbagai bentuk kesenian (seni rupa, seni suara maupun seni pertunjukan) yang nantinya menjadi bagian dari kebudayaannya yang dapat dibanggakan.
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.
Manusia Sebagai Pencipta Dan Pengguna Kebudayaan
Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan segala isi yang ada di bumi ini. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dibekali oleh akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan secara hakikatnya menjadi khalifah di muka bumi ini. Disamping itu manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi, perasaan, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku.
Dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh manusia maka manusia bisa menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendudukungnya.
Kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Hasil karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya. Sehingga kebudayaan memiliki peran sebagai:
- Suatu hubungan pedoman antarmanusia atau kelompoknya
- Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain.
- Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
- Pembeda manusia dan binatang
- Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berprilaku didalam pergaulan.
- Pengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat dan menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
- Sebagai modal dasar pembangunan.
Berikut
merupakan penjelasan dari beberapa contoh kebudayaan yang sudah dijelaskan di
atas :
A. Makepung
Kalau Madura punya
Kerapan Sapi, maka Bali memiliki Makepung. Dua tradisi yang serupa tapi tak
sama, namun menjadi tontonan unik yang segar sekaligus menghibur. yang dalam
bahasa Indonesia berarti berkejar-kejaran, adalah tradisi berupa lomba pacu
kerbau yang telah lama melekat pada masyarakat Bali, khususnya di Kabupaten
Jembrana. Tradisi ini awalnya hanyalah permainan para petani yang dilakukan di
sela-sela kegiatan membajak sawah di musim panen. Kala itu, mereka saling
beradu cepat dengan memacu kerbau yang dikaitkan pada sebuah gerobak dan
dikendalikan oleh seorang joki. Makin lama, kegiatan yang semula iseng itu
pun berkembang dan makin diminati banyak kalangan. Kini, Makepung telah menjadi
salah satu atraksi budaya yang paling menarik dan banyak ditonton oleh
wisatawan termasuk para turis asing. Tak hanya itu, lomba pacu kerbau inipun
telah menjadi agenda tahunan wisata di Bali dan dikelola secara professional. Sekarang ini,
Makepung tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja.
B. Debus
Atraksi yang sangat berbahaya yang biasa kita kenal
dengan sebutan Debus, Konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al
Madad. Semakin lama seni bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar
disemua kalangan masyarakat banten sebagai seni hiburan untuk masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat
kental gerakan silat atau beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus
banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain
terhadap serangan benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut dengan debus.Kesenian
ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan
berkembangnya agama islam di Banten. Pada awalnya kesenian ini mempunyai fungsi
sebagai penyebaran agama, namun pada masa penjajahan belanda dan pada saat
pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa. Seni beladiri ini digunakan untuk
membangkitkan semangat pejuang dan rakyat banten melawan penjajahan yang
dilakukan belanda. Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang,
belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih. Terus mendesak pejuang dan rakyat
banten, satu satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan
leluhur yaitu seni beladiri debus.
C. Kasada Bromo
Upacara Kasada bromo dilakukan oleh masyarakat
Tengger yang bermukim di Gunung Bromo Jawa Timur, mereka melakukan ritual ini
untuk mengangkat seorang Tabib atau dukun disetiap desa. Agar mereka dapat
diangkat oleh para tetua adat, mereka harus bisa mengamalkan dan menghafal
mantera mantera. Beberapa
hari sebelum Upacara Kasada bromo dimulai, mereka mengerjakan sesaji sesaji
yang nantinya akan dilemparkan ke Kawah Gunung Bromo. Pada malam ke 14 bulan
Kasada Masyarakat tengger berbondong bondong dengan membawa ongkek yang berisi
sesaji dari berbagai macam hasil pertanian dan ternak. Lalu mereka membawanya
ke Pura dan sambil menunggu Dukun sepuh yang dihormati datang mereka kembali
menghafal dan melafalkan mantera, tepat tengah malam diadakan pelantikan dukun
dan pemberkatan umat dipoten lautan pasir gunung bromo. Bagi masyarakat Tengger, peranan
Dukun adalah sangat penting. Karena mereka bertugas memimpin acara – acara
ritual, perkawinan dll.
Sebelum lulus mereka diwajibkan lulus ujian dengan
cara menghafal dan lancar dalam membaca mantra mantra. Setelah Upacara selesai,
ongkek – ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki gunung bromo ke atas kawah.
Dan mereka melemparkan kedalam kawah, sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan
oleh nenek moyang mereka. Didalam kawah banyak terdapat pengemis dan penduduk
tengger yang tinggal dipedalaman, mereka jauh jauh hari datang ke gunung bromo
dan mendirikan tempat tinggal dikawah gunung Bromo dengan harapan mereka
mendapatkan sesaji yang dilempar.
Penduduk
yang melempar sesaji berbagai macam buah buahan dan hasil ternak, mereka
menganggapnya sebagai kaul atau terima kasih mereka terhadap tuhan atas hasil
ternak dan pertanian yang melimpah.
Sumber:
http://siddiqymanusiadankebudayaan.blogspot.com/
http://bukittingginews.com/2010/10/makalah-manusia-dan-kebudayaan/